Sabtu, 25 April 2009

CURHATAN BUAT CONTEKERS MANIA

Buat para Mahasiswa.. udah berapa hari ini gw ga habis pikir, ujian tengah semester lagi berjalan, dan kejadian itu terulang lagi dan lagi....
Apakah itu.... yap jawabannya adalah NYONTEK!!!! beragam jenis mencontek mulai dari kerpek'an, bertanya kepada teman (tentunya belum tentu benar), pura-pura kekamar mandi, membuka fotocopyan atau catatan dan masih banyak lagi tips dan trik mencontek yang baik dan benar.. So bukan bermaksud munafik ataupun naif dalm hal ini,, waktu zaman SMA dulu gw juga terkenal tukang contek mencontek yang dapat diandalkan di kelas.. tapi sejak gw menginjakan kaki di bangku kuliah, gw bersyukur hal itu 98 persen udah gw tinggalin..

Jujur gw MURKA banget ngeliat temen-temen mahasiswa yang asik mencontek padahal udah mendapat beberapa kali teguran dari pengawas, tapi justru tampaknya itu membuat mereka bangga dan tertawa seakan dirinya orang paling asik di kelas, sehingga bikin kegaduhan pada saat ujian.. padahal dia adalah orang yang paling bodoh, bego, tolol, dan otak terkosong pada saat itu....

Berusaha dikit dong, kalaupun ga bisa menjawab 100 persen sama dengan isi buku atau catatan dari dosen, setidaknya jawaban tuh mengenai sedikit inti apa yang diminta oleh soal itu.. pake dong logika, nalar, atau apalah sekelumit yang ada di otak, trus lo kembangin tuh jawaban.. Baca buku dikit kek sebelumnya walaupun dibilang sistem kebut semalam kalo emang orientasi lo cuma pada nilai.. so what???

Kalo emang ujian masih nyontek mending berhenti aja kuliah, percuma buang-buang duit, mendingan kerja nyari duit.. atau kalo lo ga sempat baca-baca, lagi suntuk, atau lagi males baca buat ujian besok mending lo ikut ujian susulan.. Jangan temen yang ga mau ngasi jawaban lo bilang pelit, mikir dong, mereka jawab pake otak hasil belajar, baca-baca buku sebelumnya, bahkan ada yang sampe ga tidur, sedangkan lo asik-asik kongkow ketawa ketiwi bareng temen-temen lo jadi anak gaul sedunia,, SIAPE ELO????

DAMN lah.. gara-gara ada nyontek, kerja sama dan berisik pula, ujian gw kemaren yang gw yakin bisa gw jawab 100 persen dari 5 soal jadi cuma keisi 3 nomor gara-gara pengawas cabut ninggalin ruang ujian 30 menit sebelum waktu ujian habis,, udah kesel bgt dia, padahal pengawas gw itu terkenal sebagai pengawas yang asik bgt, tp dia emosi bgt akibat segelintir orang yang sok asik padahal TOLOL!!!!!!!!!!! BANGSAT!!!!

Kalo ga bisa jawab mending kumpulin aja lembar jawaban, abis tuh duduk diluar sambil ngerokok minum teh botol, ya terimalah segitu kemampuan lo ngejawab tuh soal dari pada lo harus ganggu orang lain yang lagi pusing mikirin jawaban tuh soal,, lebih FAIR kan? Lebih GENTLE kan?

CUAPE DEHHH....

Kamis, 23 April 2009

SISTEM PEMERINTAHAN PARLEMENTER DAN PRESIDENSIIL

Sistem Pemerintahan merupakan gabungan dari dua istilah yaitu “sistem” dan “pemerintahan”.
“Sistem adalah suatu keseluruhan, terdiri dari beberapa bagian yang mempunyai beberapa hubungan fungsionil terhadap keseluruhannya, sehingga hubungan itu menimbulkan suatu ketergantungan antara bagian-bagian yang akibatnya jika salah satu bagian tidak bekerja dengan baik akan mempengaruhi keseluruhannya itu.
“Pemerintahan” dalam arti luas adalah segala urusan yang dilakukan oleh negara dalam menyelenggarakan kesejahteraan rakyatnya dan kepentingan negara sendiri. Jadi tidak diartikan sebagai pemerintah yang hanya menjalankan tugas eksekutif saja, melainkan juga meliputi tugas-tugas lainnya termasuk legislatif dan yudikatif.
Karena itu membicarakan sistem pemerintahan adalah membicarakan bagaimana pembagian kekuasaan serta hubungan antara lembaga-lembaga negara yang menjalankan kekuasaan-kekuasaan negara itu, dalam rangka menyelenggarakan kepentingan rakyat.
Pada garis besarnya sistem pemerintahan yang dilakukan pada negara-negara demokrasi menganut sistem parlementer atau sistem presidensiil.

a. Sistem Parlementer
Sistem pemerintahan parlementer adalah sistem pemerintahan hubungan terikat. Maksudnya adalah ada hubungan pertanggung jawaban antara kepala pemerintahan dengan parlemen atau dengan kata lain kepala pemerintahan bertanggung jawab kepada parlemen. Dengan demikian setiap saat ada kemungkinan kabinet dapat diberhentikan apabila ada satu orang anggota kabinet yang melakukan kesalahan. Hal ini yang menyebabkan sebagian orang menganggap sistem pemerintahan parlementer tidak stabil. Dalam sistem parlementer menteri bertanggung jawab terhadap parlemen , maka setiap kabinet yang dibentuk harus memperoleh dukungan kepercayaan dengan dukungan kepercayaan dengan suara yang terbanyak dari parlemen, yang berarti bahwa kebijaksanaan pemerintah atau kabinet tidak boleh menyimpang dari apa yang dikehendaki oleh parlemen. Jadi sistem parlementer ini lahir dari pertanggung jawaban menteri.
Parlemen adalah sebuah badan yang mencakup pemerintah. Sedangkan Parlementarisme adalah sebuah sistem politik eksekutif, setelah dipisahkan, ditentang oleh majelis yang kemudian diubah kedalam sebuah parlemen yang terdiri dari pemerintah dan majelis.
Konsekuensi penting dari perubahan majelis kedalam parlemen adalah bahwa sekarang eksekutif terbagi menjadi dua, perdana menteri atau kanselir yang menjadi kepala pemerintahan dan raja atau presiden yang bertindak sebagai kepala negara. Biasanya raja menduduki tahta karena keturunan, sedangkan presiden dipilih parlemen.
Salah satu ciri yang menarik dari parlementarisme adalah pembedaan antara perdana menteri dan para menteri lain. Perdana menteri diangkat oleh kepala negara sedangkan para menteri dipilih oleh perdana menteri setelah diangkat.
Peralihan dari pemerintahan monarki ke dewan menteri mengandung arti bahwa seseorang (seorang penguasa) digantikan oleh sebuah badan kolektif. Dibawah parlementarisme , perdana menteri merupakan orang pertama diantara pemergang jabatan yang setara (primus inter pares), meskipun beberapa perdana menteri lebih berkuasa dari perdana menteri yang lain.
Karena parlemen terdiri dari pemerintah dan majelis, maka seorang anggota pemerintahan adalah anggota parlemen secara ipso facto, tetapi ia tidak dapat menjadi anggota majelis. Di negara-negara dengan sistem parlementer penuh, seperti Inggris dimana para menteri adalah anggota parlemen, tampak sulit membedakan antara pemerintah, parlemen dan majelis dengan jelas. Tentunya usaha untuk memperjelas tampak artifisial. Namun tidak semua negara parlementer menerima konsep bahwa para menteri harus menjadi anggota parlemen. Namun pada umumnya, sebagian besar menteri adalah anggota parlemen. Jika mereka bukan merupakan anggota parlemen, maka sistem akan tetap sebagai sistem parlementer apabila mereka dapat mengambil bagian dalam berbagai debat parlemen dan benar-benar bertanggung jawab atas pelaksanaan pemerintahan.
Dalam sistem parlementer, pemerintah bertanggung jawab kepada majelis yang mungkin menolek memberikan dukungan apabila majelis berpendapat bahwa pemerintah bertindak tidak bijaksana atau bertindak bukan atas dasar konstitusi. Melalui mosi tak percaya atau dengan menolak usulan penting dari pemerintah majelis dapat memaksa pemerintah untuk mengundurkan diri dan mendorong kepala negara untuk menentukan pemerintah yang baru.
Dalam monarki pra-parlementer di Eropa, jika tidak puas dengan majelisnya, raja dapat membubarkan salah satu atau kedua badan legislatif dalam maksud untuk mengamankan pemilihan para wakil yang lebih bertanggung jawab setelah pemilihan yang baru. Saat ini pun, dimana pemerintahan dibagi dua, kepala negara tetap membubarkan parlemen, tetapi ia melakukannya hanya atas permintaan kepala pemerintahan.
Konsep supremasi parlemen sebagai suatu kesatuan atas bagian-bagiannya merupakan satu ciri khas dari sistem parlementer. Hal ini merupakan prinsip penting yang menyatakan bahwa setiap unsur parlemen tidak boleh menguasai unsur yang lain. Pemerintah bergantung pada dukungan majelis jika pemerintahan ingin terus berkuasa, tetapi majelis tidak memiliki supremasi karena pemerintah dapat membubarkan parlemen dan mengadakan pemilihan umum. Banyak sistem parlementer telah gagal karena satu atau beberapa unsurnya menyatakan supremasi, dan parlemen sebagai suatu kesatuan tidak berkuasa atas pemerintah dan majelis.
Pemerintah parlementer bertanggung jawab langsung terhadap majelis, namun pemerintah hanya bertanggung jawab tidak langsung kepada para pemilih. Pemerintah secara keseluruhan tidak dipilih secara langsung oleh para pemilih tetapi diangkat secara tak langsung oleh para anggota majelis.
Penyatuan kekuasaan eksekutif dan legislatif di parlemen menyebabkan penumpukan kekuasaan parlemen dalam tatanan politik. Di panggung parlemen ini drama politik dipentaskan. Parlemen merupakan forum untuk menyampaikan berbagai gagasan bangsa dan merupakan sekolah tempat para calon pemimpin politik dididik. Agar parlementarisme berhasil, maka pemerintah tidak boleh banyak omong terhadap penolakan parlemen atas programnya, atau bergerenyit atas kritik yang dilontarkan kepada penyelenggaraan pemerintahannya. Kemudian majelis harus menahan diri untuk tidak menjalankan fungsi pemerintah. Disini terdapat keseimbangan kekuasaan tanpa mencari keuntungan bagi setiap institusi.
Dalam sistem parlementer terdapat dua formatur yang berbeda dalam penyusunan kabinet yaitu dalam sistem dua partai dan dalam sistem banyak partai. Dalam sistem dua partai, yang ditunjuk sebagai pembentuk kabinet dan sekaligus sebagai Perdana Menteri adalah ketua partai politik yang memenangkan pemilihan umum. Sedangkan partai politik yang kalah akan berlaku sebagai pihak oposisi. Dan dalam sistem banyak partai, formatur kabinet harus membentuk kabinet secara koalisi, karena kabinet harus mendapat dukungan kepercayaan dari parlemen.
Apabila terjadi perselisihan antara kabinet dengan parlemen, dan Kepala Negara beranggapan kabinet berada dalam pihak yang benar, maka Kepala Negara akan membubarkan parlemen. Dan adalah menjadi tanggung jawab kabinet untuk melaksanakan pemilihan umum dalam tempo 30 hari setelah pembubaran itu. Sebagai akibatnya, apabila partai politik yang menguasai parlemen menang dalam pemilihan umum tersebut, maka kabinet akan terus memerintah. Sebaliknya apabila partai oposisi yang memenangkan pemilihan umum, maka dengan sendirinya kabinet mengembalikan mandatnya, dan partai politik yang menang akan membentuk kabinet baru.

b. Sistem Presidensiil
Dalam sistem presidensiil kedudukan eksekutif tidak tergantung kepada badan perwakilan rakyat. Adapun dasar hukum dari kekuasaan eksekutif dikembalikan kepada pemilihan rakyat. Sebagai kepala eksekutif seorang Presiden menunjuk pembantu-pembantunya yang akan memimpin departemennya masing-masing dan mereka itu hanya bertanggung jawab kepada Presiden. Karena pembentukan kabinet itu tidak tergantung dari Badan Perwakilan Rakyat atau tidak memerlukan dukungan kepercayaan dari badan perwakilan rakyat itu, maka menteri pun tidak bisa diberhentikan olehnya. Sistem ini terdapat di Amerika Serikat yang mempertahankan ajaran Montesquieu, dimana kedudukan tiga kekuasaan negara yaitu legislatif, eksekutif, dan yudikatif terpisah satu sama lain secara tajam dan saling menguji serta saling mengadakan perimbangan. Kekuasaan membuat undang-undang di tangan Congress , sedangkan presiden mempunyai hak veto terhadap Undang-Undang yang sudah dibuat itu. Kekuasaan eksekutif ada pada Presiden dan pemimpin-pemimpin departemen adalah para menteri yang tidak bertanggung jawab terhadap parlemen. Karena presiden itu dipilih oleh rakyat, maka sebagai kepala eksekutif ia hanya bertanggung jawab kepada para pemilih (rakyat). Tugas peradilan dilakukan oleh badan-badan peradilan yang pada azasnya tidak boleh dipengaruhi oleh kekuasaan lain. Hakimnya diangkat seumur hidup selama kelakuannya tidak tercela, dan ada sebagian yang dipilih oleh rakyat.
Dalam sistem presidensiil eksekutif tidak dibagi tetapi hanya ada seorang presiden yang dipilih oleh rakyat untuk masa jabatan tertentu pada saat majelis dipilih. Hal ini mencegah majelis memaksa pengunduran dirinya (kecuali dengan tuduhan atas pelanggaran serius) dan sekaligus menuntut presiden untuk bersedia dipilih kembali jika ia ingin terus memegang jabatan. Tampak bahwa masa jabatan presiden ini sebaiknya dibatasi pada beberapa kali masa jabatan.
Hal yang juga penting untuk menjalankan sistem presidensiil adalah pemilihan presiden pada saat pemilihan majelis. Hal ini menghubungkan dua cabang pemerintahan, mendorong persatuan partai dan memperjelas berbagai masalah.
Dalam sistem presidensiil kepala pemerintahan adalah kepala negara. Ini merupakan satu perbedaan penting dengan sistem parlementer karena perbedaan ini menarik perhatian kearah kedudukan yang terbatas dan keadaan diseputar jabatan presiden. Presiden mempunyai sedikit konsekuensi hingga ia dipilih sebagai pemimpin politik oleh para pemilih/rakyat dan ia tidak lagi memegang kekuasaan apapun setelah masa jabatannya berakhir. Selain itu, presiden mengangkat kepala departemen yang merupakan bawahannya. Presiden mengangkat sekertaris (kadang-kadang disebut menteri) yang menjadi kepala departemen eksekutifnya. Menurut aturan formal, pengangkatan menteri harus mendapat persetujuan dari majelis atau salah satu organnya, pada prakteknya presiden mempunyai banyak pilihan. Kedudukan presiden dalam sistem presidensiil adalah sebagai eksekutif tunggal.
Dalam pemerintahan presidensiil, orang yang sama tidak boleh menduduki dua jabatan eksekutif dan legislatif secara bersamaan. Meskipun para menteri tidak boleh menjadi anggota majelis (kecuali di Kuba dan Peru) namun mereka biasanya mempunyai hak untuk menghadiri dan mengambil bagian dalam perdebatan.
Selain itu dalam pemerintahan presidensiil, eksekutif bertanggung jawab kepada konstitusi dan bukan bertanggung jawab kepada majelis seperti di pemerintahan parlementer. Biasanya majelislah yang meminta presiden bertanggung jawab kepada konstitusi melalui proses dakwaan atau mosi tak percaya. Dakwaan ini menuntut kepatuhan hukum dan sangat berbeda dengan pelaksanaan kontrol politik atas tindakan presiden. Tanggung jawab politik ini berarti hubungan sehari-hari antara pemerintah dan majelis. Dakwaan ini adalah hukuman berat yang diperlukan jika eksekutif dan majelis tidak salaing bekerja sama. Sebagaimana diketahui, majelis tidak dapat mencopot presiden dari jabatannya. Begitu pula presiden tidak dapat membubarkan majelis. Oleh karena itu mereka tidak dapat saling memaksa dan tidak mengherankan jika sistem ini merupakan sistem check and balance. Sistem presidensiil memperlihatkan saling ketergantungan antara cabang eksekutif dan legislatif dalam pemerintahan ini.
Dalam sistem presidensiil, peleburan kekuasaan eksekutif dan legislatif digantikan dengan pemisahan kekuasaan, dan masing-masing badan memiliki ruang lingkup sendiri. Bukti menunjukan bahwa majelis tidak dapat memaksa pengunduran diri presiden dan presiden pun tidak dapat membubarkan majelis. Selain itu, kedua cabang pemerintahan itu mungkin mengetahui bahwa tindakan-tindakan mereka dinyatakan inkonstitusional oleh badan ketiga yaitu yudikatif. Dalam hal ini konstitusi mempunyai kedudukan tertinggi. Jabatan pendek yang dapat diberikan adalah bahwa dalam pemerintahan presidensiil, cabang-cabang pemerintah akan saling mengawasi dan mengimbangi dan tak satupun yang lebih dominan. Namun pada kenyataannya, majelislah yang mempunyai kedudukan tertinggi. Presiden mempunyai kekuasaan yang diberikan oleh UUD tetapi ia mungkin tidak akan berdaya jika majelis memberinya kekuasaan. Jika ia bertindak tanpa berdasarkan UUD, maka majelis dapat menghukumnya. Bahkan dalam konflik serius, badan yudikatif harus tunduk kepada kehendak majelis karena badan ini mempunyai hak untuk mengubah konstitusi.
Pemerintah presidensiil bergantung pada suara rakyat dan presiden (dan wakil presiden jika ada) dipilih oleh badan pemilihan.
Didalam pemerintahan presidensiil tidak ada konsentrasi kekuasaan atau fokus kekuasaan, kecuali pembagian kekuasaan dan tidak ada penyatuan kecuali fragmentasi kekuasaan.


Yang menjadi masalah pada kedua sistem itu adalah bagaimanakah jika terjadi perselisihan pendapat antara eksekutif dan legislatif? Dalam sistem parlementer tentu saja pihak eksekutif akan mengundurkan diri, sedangkan pada sistem presidensiil seorang presiden sebagai kepala eksekutif tidak dapat dijatuhkan karena perbedaan pendapat dengan congress. Ia tidak dapat diganggu gugat selama masa jabatannya belum habis, kecuali dalam hal-hal tertentu. Badan Perwakilan Rakyat menuntut perbuatan presiden yang terlarang tersebut dan Senatlah yang mengadilinya. Tetapi dalam hal adanya perbedaan pendapat mengenai kebijaksanaan politik dengan keingina Congress terhadap Presiden tidak dikenai saksi.

c. Sebab timbulnya perbedaan antara sistem Parlementer dan Presidensiil
Sebab-sebab timbulnya perbedaan antara dua sistem tersebut adalah karena latar belakang sejarah politik yang dialami oleh negara masing-masing itu berlainan. Sistem parlementer itu timbul dari bentuk negara monarki yang kemudian mendapat pengaruh dari pertanggung jawaban menteri. Sesudah itu maka fungsi dari raja merupakan faktor stabilisasi jika terjadi perselisihan antara eksekutif dan legislatif. Latar belakang negara Amerika Serikat yang menganut sistem presidensiil adalah kencian rakyat Amerika terhadap pemerintahan raja George III, sehingga mereka tidak menghendaki bentuk negara monarki dan untuk mewujudkan kemerdekaannya dari pengaruh Inggris, maka mereka lebih suka mengikuti jejak Montequieu dengan mengadakan pemisahaan kekuasaan, sehingga tidak ada kemungkinan kekuasaan yang satu akan melebihi kekuasaan yang lainnya, karena dalam Trias Politika itu terdapat sistem check and balance.

d. Keuntungan dan kelemahan sistem Parlementer dan Presidensiil
Kedua sistem ini mengenal keuntungan dan kelemahannya. Keuntungan dari sistem parlementer adalah bahawa penyesuaian antara pihak eksekutif dan legislatif mudah dapat dicapai. Namun kelemahannya adalah apabila pertentangan antara keduanya itu bisa sewaktu-waktu terjadi menyebabkan kabinet harus mengundurkan diri dan akibatnya pemerintahan tidak stabil.
Keuntungan dari sistem presidensiil ialah, bahwa pemerintahan untuk jangka waktu yang ditentukan itu stabil. Kelemahannya, bahwa kemungkinan terjadi apa yang ditetapkan sebagai tujuan negara menurut eksekutif bisa berbeda dari pendapat legislatif. Lagi pula pemilihan umum yang diselenggarakan untuk memilih wakil rakyat dan untuk memilih presiden dilakukan untuk masa jabatan yang tidak sama, sehingga perbedaan pendapat yang timbul pada para pemilih dapat mempengaruhi sikap dan keadaan lembaga itu menjadi berlainan.

Cyber Crime dan Upaya Antisipasinya Secara Yuridis

Pesatnya perkembangan di bidang teknologi informasi saat ini merupakan dampak dari semakin kompleksnya kebutuhan manusia akan informasi itu sendiri. Dekatnya hubungan antara informasi dan teknologi jaringan komunikasi telah menghasilkan dunia maya yang amat luas yang biasa disebut dengan teknologi cyberspace. Teknologi ini berisikan kumpulan informasi yang dapat diakses oleh semua orang dalam bentuk jaringan-jaringan komputer yang disebut jaringan internet. Sebagai media penyedia informasi internet juga merupakan sarana kegiatan komunitas komersial terbesar dan terpesat pertumbuhannya. Sistem jaringan memungkinkan setiap orang dapat mengetahui dan mengirimkan informasi secara cepat dan menghilangkan batas-batas teritorial suatu wilayah negara. Kepentingan yang ada bukan lagi sebatas kepentingan suatu bangsa semata, melainkan juga kepentingan regional bahkan internasional.

Perkembangan teknologi informasi yang terjadi pada hampir setiap negara sudah merupakan ciri global yang mengakibatkan hilangnya batas-batas negara (borderless). Negara yang sudah mempunyai infrastruktur jaringan informasi yang lebih memadai tentu telah menikmati hasil pengembangan teknologi informasinya, negara yang sedang berkembang dalam pengembangannya akan merasakan kecenderungan timbulnya neo-kolonialisme1. Hal tersebut menunjukan adanya pergeseran paradigma dimana jaringan informasi merupakan infrastruktur bagi perkembangan suatu negara.

Setiap negara harus menghadapi kenyataan bahwa informasi dunia saat ini dibangun berdasarkan suatu jaringan yang ditawarkaan oleh kemajuan bidang teknologi. Salah satu cara berpikir yang produktif adalah mendirikan usaha untuk menyediakan suatu infra struktur informasi yang baik di dalam negeri, yang kemudian dihubungkan dengan jaringan informasi global.

Kecenderungan mengglobalnya karakteristik teknologi informasi yang semakin "user friendly", akhirnya menjadikan Indonesia harus mengikuti pola tersebut. Karena teknologi informasi (khususnya dalam dimensi cyber) tidak akan mengkotak-kotak dan membentuk signifikasi karakter. Namun selalu ada gejala negatif dari setiap fenomena teknologi, salah satunya adalah aktifitas kejahatan. Bentuk kejahatan (crime) secara otomatis akan mengikuti untuk kemudian beradaptasi pada tingkat perkembangan teknologi. Salah satu contoh terbesar saat ini adalah kejahatan maya atau biasa disebut cyber crime. “Cyber crime” (tindak pidana mayantara ) merupakan bentuk fenomena baru dalam tindak kejahatan sebagai dampak langsung dari perkembangan teknologi informasi. Beberapa sebutan diberikan pada jenis kejahatan baru ini di dalam berbagai tulisan, antara lain: sebagai “ kejahatan dunia maya” (cyber-space/virtual-space offence), dimensi baru dari “hi-tech crime”, dimensi baru dari “transnational crime”, dan dimensi baru dari “white collar crime”2.

Kekhawatiran akan tindak kejahatan ini dirasakan di seluruh aspek bidang kehidupan. ITAC (Information Technology Assosiation of Canada) pada “International Information Industry Congress (IIIC) 2000 Millenium Congress” di Quebec tanggal 19 September 2000 menyatakan bahwa “ Cyber crime is a real and growing threat to economic and social development around the world. Information technology touches every aspect of human life and so can electronically enable crime”3.

Dan yang lebih mengkhawatirkan lagi adalah bahwa belum ada kerangka yang cukup signifikan dalam peraturan perundang-undangan untuk menjerat sang pelaku di dunia cyber karena sulitnya pembuktian. Belum ada pilar hukum yang mampu menangani tindak kejahatan mayantara ini (paling tidak untuk saat ini). Terlebih sosialisasi mengenai hukum cyber dimasyarakat masih sangat minim. Bandingkan dengan negara seperti Malaysia, Singapura atau Amerika yang telah mempunyai Undang-undang yang menetapkan ketentuan dunia cyber. Atau bahkan negara seperti India yang sudah mempunyai “polisi Cyber”. Kendati beberapa rancangan Undang-undang telah diusulkan ke DPR, namun hasil yang signifikan belum terwujud, terlebih belum tentu ada kesesuaian antara undang-undang yang akan dibuat dengan kondisi sosial yang terjadi dimasyarakat. Referensi dari beberapa negara yang sudah menetapkan undang-undang semacam ini dirasa masih belum menjamin keberhasilan penerapan di lapangan, karena pola pemetaan yang mengatur kejahatan cyber bukan sekedar kejahatan disuatu negara, melainkan juga menyangkut kejahatan antar kawasan dan antar negara.
Kejahatan cyber secara hukum bukanlah kejahatan sederhana karena tidak menggunakan sarana konvensional, tetapi menggunakan komputer dan internet. Sebuah data informal mensinyalir bahwa Indonesia adalah negara “hacker” terbesar ketiga di dunia. Sedangkan untuk Indonesia, kota “hacker” pertama diduduki oleh kota Semarang, kemudian kota Yogyakarta4

Pada kenyataannya “Cyber law” tidak terlalu diperdulikan oleh mayoritas bangsa di negara ini, karena yang terlibat dan berkepentingan terhadap konteks tersebut tidaklah terlalu besar. Pertanyaan menarik, berapa populasi masyarakat yg terlibat aktif dalam teknologi informasi, dijamin tidak lebih dari 10% dari populasi penduduk5. Mungkin hanya beberapa persen saja yang melakukan penyalahgunaan teknologi informasi khususnya dalam hal kejahatan maya. Dan itu berarti secara kuantitas aktifitas kejahatan maya masih relatif kecil.

Ada pertentangan yang sangat mendasar untuk menindak kejahatan seperti ini. Seperti dalam hukum, diperlukan adanya kepastian termasuk mengenai alat bukti kejahatan, tempat kejahatan dan korban dari tindak kejahatan tersebut, sedangkan dalam crime by computer ini semuanya serba maya tanpa ada batasan waktu dan tempat. Dan yang menjadi pertanyaan adalah sejauh mana perkembangan teknologi informasi dan relevansinya terhadap internet sebagai sarana utama kejahatan mayantara (cyber crime)? Dan bagaimana antisipasi pengaturan kejahatan maya (cyber crime) dibidang hukum?
Definisi Teknologi Informasi dan Dampaknya di Era Globalisasi

Istilah teknologi informasi sendiri pada dasarnya merupakan gabungan dua istilah dasar yaitu teknologi dan informasi. Teknologi dapat diartikan sebagai pelaksanaan ilmu, sinonim dengan ilmu terapan. Sedangkan pengertian informasi menurut Oxfoord English Dictionary, adalah “that of which one is apprised or told: intelligence, news”. Kamus lain menyatakan bahwa informasi adalah sesuatu yang dapat diketahui. Namun ada pula yang menekankan informasi sebagai transfer pengetahuan. Selain itu istilah tekmologi informasi juga memiliki arti yang lain sebagaimana diartikan oleh RUU teknologi informasi yang mengartikannya sebagai suatu teknik untuk mengumpulkan, menyiapkan, menyimpan, memanipulasi, mengumumkan, menganalisa, dan menyebarkan informasi deengan tujuan tertentu (Pasal 1 angka 1). Sedangkan informasi sendiri mencakup data, teks, image, suara, kode, program komputer, databases (Pasal 1 angka 2)6.

Adanya perbedaan definisi informasi dikarenakan pada hakekatnya informasi tidak dapat diuraikan (intangible), sedangkan informasi itu dijumpai dalam kehidupan sehari-hari, yang diperoleh dari data dan observasi terhadap dunia sekitar kita serta diteruskan melalui komunikasi. Secara umum, teknologi Informasi dapat diartikan sebagai teknologi yang digunakan untuk menyimpan, menghasilkan, mengolah, serta menyebarkan informasi7. Definisi ini menganggap bahwa TI tergantung pada kombinasi komputasi dan teknologi telekomunikasi berbasis mikroeletronik.

Di era globalisasi ini hampir semua wacana yang ditiupkan tidak dapat terlepas dari pengaruh informatika global, hampir semua aspek kehidupan kita selalu berhubungan dengan perkembangan teknologi informatika. Sebagai bukti pendukung coba cermati teknologi internet yang mampu menyatukan dunia hanya ke dalam sebuah desa global. Di dunia belajar, TI sudah menjungkirbalikkan sejarah.. Selain itu teknologi informasi juga memiliki fungsi penting lainnya, yaitu fungsi automating, dimana ia membuat sejumlah cara kerja dan cara hidup menjadi lebih otomatis, ATM, telephone banking hanyalah merupakan salah satu kemudahan yang diberikan teknologi informasi sebagai automating. Tidak hanya itu, TI juga mempunyai fungsi informating. Membuat informasi berjalan cepat dan akurat. Bahkan bisa menyatukan dunia ke dalam sebuah sistem informasi life. Lebih dari sekedar menbantu penyebaran informasi, belakangan teknologi ini juga ikut memformat ulang cara kita hidup dan bekerja (reformating)8.

Dari beberapa bahasan di atas mengenai teknologi informasi maka dapat kita ketahui bahwa jika kita dapat memanfaatkan teknologi tersebut maka kita akan memperoleh kemudahan dalam menjalankan kehidupan sehari-hari. Namun satu hal yang harus kita ingat bahwa perkembanan teknologi tersebut bukannya tanpa ada efek sampingnya, karena justru “crime is product of society it self” yang berarti bahwa semakin tinggi tingkat intelektualitas suatu masyarakat maka akan semakin canggih dan beraneka-ragam pulalah tingkat kejahatan yang dapat terjadi. Sebagi bukti nyata sekarang banyak negara yang dipusingkan oleh kejahatan melalui internet yang dikenal dengan istilah “cyber crime”, belum lagi dampak negatif teknologi informasi yang menyebabkan adanya penurunan moral dengan dijadikannya internet sebagai bisnis maya, dan banyak lagi dampak negatif dari teknologi informasi.

Oleh karena itulah maka kita sebagai bangsa yang masih baru dalam mengikuti perkembangan teknologi informasi haruslah pintar-pintar memilah dan memilih dalam penggunannya, karena alih-alih kita ingin memajukan bangsa dengan menjadikan teknologi informasi sebagai enlightening technology. Teknologi yang mencerahkan orang banyak. Justru yang terjadi malah sebaliknya, yaitu destructive technology. Teknologi yang mengakibatkan kehancuran bagi makhluk hidup.

Jika diperhatikan kondisi karakteristik pemakai internet Indonesia secara keselruhan dapat dikatakan baru dalam tahapan pengembangan industri internet ‘pemula’. Kondisi ini dapat berarti bisnis internet di Indonesia masih relatif fragile dan unpredictable.

Karena kurangnya pengetahuan sebagian besar masyarkat kita akan manfaat internet, yang terjadi justru bukan pemanfaatan internet sebagai sarana informating ataupun reformating melainkan hanya sebatas menggunakannya sebagai sarana hiburan . Sehingga internet bukan lagi menjadi sebuah enlightening technology tetapi justru dianggap sebagai penyebab turunnya moral bangsa, sebagai bukti dapat kita lihat dengan maraknya bisnis ‘gelap’ melalui internet. Sedangkan bagi sebagian computer intelectual internet justru disalahgunakan sebagai sarana untuk memperoleh keuntungan yang menyebabkan kerugian bagi orang lain yang terkenal dengan istilah cyber crime.

Untuk itu memang masih diperlukan berbagai upaya untuk dapat mencapai tahapan industri internet yang matang (the Mature Market). Paling tidak ada dua macam upaya mendasar yang perlu dilakukan yaitu yang pertama melakukan edukasi pasar yang cenderung dillakukan masyarakat internet itu sendiri. Pendidikan ini mencakup pemahaman terhadap teknologi dan macam pelayanan yang diberikan sampai dengan dengan pengetahuan menjadi trouble shooter. Yang kedua adalah mengupayakan biaya rendah dan kemudahan serta keragaman mendapatkan pelayanan bagi setiap pemakai internet, mulai dari pengadaan infrastruktur sampai dengan yang berkaitan dengan software dan hardware. Sehingga apabila hal ini bisa dicapai maka diharapkan bangsa Indonesia akan lebih siap lagi dalam menghadapi era persaingan bebas dan globalisasi.
Perspektif dan Konsep Mengenai Kejahatan Mayantara (Cyber crime).

Dalam perkembangannya ternyata penggunaan internet tersebut membawa sisi negatif, dengan membuka peluang munculnya tindakan-tindakan anti sosial dan perilaku kejahatan sebagai aplikasi dari perkembangan internet, yang sering disebut cyber crime. Dalam dokumen A/CONF.187/1013, “Cyber Crime dalam arti sempit” (“ ini a narrow sense”) disebut “computer crime” dan “Cyber Crime dalam arti luas” (“in a Broader sense”) disebut computer related crime (CRC).

Walaupun jenis kejahatan ini belum terlalu banyak diketahui secara umum, namun The Federal Bureau of Investigation (FBI) dalam laporannya mengatakan bahwa tindak kejahatan yang dapat dikategorikan cyber crime telah meningkat empat kali lipat sejak tiga tahun belakangan ini14, dimana pada tahun 1998 saja telah tercatat lebih dari 480 kasus cyber crime di Amerika Serikat. Hal ini telah menimbulkan kecemasan lebih dari 2/3 warga Amerika Serikat.

Cyber crime sendiri memiliki berbagai macam interpretasi. Sering diidentikkan dengan computercrime. The U.S. Department of Justice memberikan pengertian computer crime sebagai: “…any illegal act requiring knowledge of computer technology for its perpetration, investigation, or prosecution”. Computer crimepun dapat diartikan sebagai kejahatan di bidang komputer secara umum dapat diartikan sebagai penggunaan komputer secara ilegal15. Dari beberapa pengertian di atas, computer crime dirumuskan sebagai perbuatan melawan hukum yang dilakukan dengan memakai komputer sebagai sarana/alat atau komputer sebagai obyek, baik untuk memperoleh keuntungan ataupun tidak, dengan merugikan pihak lain. Secara ringkas computer crime didefinisikan sebagai perbuatan melawan hukum yang dilakukan dengan menggunakan teknologi yang canggih16 .Ada kontradiksi yang sangat mencolok untuk menindak kejahatan seperti ini.

Dalam hukum diperlukan adanya kepastian termasuk mengenai alat bukti kejahatan, tempat kejahatan dan korban dari tindak kejahatan tersebut, sedangkan dalam computer crime ini semuanya serba maya, lintas negara dan lintas waktu.
Meskipun begitu ada upaya untuk memperluas pengertian komputer agar dapat melingkupi segala kejahatan di internet dengan peralatan apapun, seperti pengertian computer dalam The Proposed West Virginia Computer Crime Act, yaitu: “an electronic, magnetic, optical, electrochemical, or;

Cyber Sabotage and Extortion.
Kejahatan ini dilakukan dengan membuat gangguan, pengrusakan atau penghancuran terhadap suatu data, program komputer atau sistem jaringan komputer yang terhubung dengan internet. Biasanya kejahatan ini dilakukan dengan menyusupkan suatu logic bomb, virus komputer ataupun suatu program tertentu, sehingga data, program komputer atau sistem jaringan komputer tidak dapat digunakan sebagaimana mestinya, atau berjalan sebagaimana yang diperintahkan oleh pelaku.

Offense against Intellectual Property
Kejahatan ini ditujukan terhadap Hak Atas Kekayaan Intelektual yang dimiliki pihak lain di internet.

Infringements of Privacy
Kejahatan ini ditujukan terhadap informasi seseorang yang merupakan hal yang sangat pribadi dan rahasia. Kejahatan ini biasanya ditujukan terhadap keterangan pribadi seseorang yang tersimpan pada formulir data pribadi yang tersimpan secara computerized, yang apabila diketahui orang lain maka dapat merugikan korban baik secara materiil maupun immateriil.
Pada perkembangannya dalam cyber crime sendiri kemudian menimbulkan istilah-istilah baru bagi para pelakunya. Mereka yang suka “memainkan” internet, menjelajah ke situs internet orang lain disebut “Hecker” dan perbuatannya disebut “Hacking”. Apabila si hecker yang penyusup dan penyeludup ke situs orang lain itu dan merusak disebut sebagai “Cracker”. “Hecker” yang menjelajah berbagai situs dan “mengintip” data, tetapi tidak merusak sistem komputer, situs-situs orang atau lembaga lain disebut “Hektivism”. Akhir-akhir ini dapat dikatakan motivasi uang yang paling menonjol, yaitu dengan menggunakan data kartu kredit orang lain untuk belanja lewat internet. Cara mereka disebut “carder” beroleh data kartu kredit adalah dengan menadah data dari transaksi konvensional, misalnya pembayaran di hotel, biro wisata, restoran, toko dan lain-lain.

Kendati kejahatan ini kerap terjadi namun hingga sekarang belum ada pilar hukum paling ampuh untuk menangani kasus-kasusnya, bahkan perkembangan kejahatan di dunia cyber semakin dahsyat. Selain menggunakan piranti canggih, modus kejahatan cyber juga tergolong rapi. Begitu hebatnya kejahatan ini bahkan dapat meresahkan dunia internasional. Dinamika cybercrime memang cukup rumit. Sebab, tidak mengenal batas negara dan wilayah. Selain itu, waktu kejahatannya pun sulit ditentukan. Lengkap sudah fenomena Cyber Crime untuk menduduki peringkat calon kejahatan terbesar di masa mendatang. Lalu bagaimana upaya antisipasinya di Indonesia?